Menjaga Keandalan dan Kecukupan Pasokan Listrik di Aceh

Listrik Indonesia | Provinsi Aceh memiliki cadangan kelistrikan yang cukup. Hal ini tidak terlepas dari profil kelistrikan di Aceh tidak terlepas dari sistem kelistrikan di Sumatera. Sistem kelistrikan di Aceh dan Sumatera Utara (Sumut) berada di wilayah Sumatera bagian utara.
Direktur Bisnis Regional Sumatera Kalimantan PT PLN (Persero), Wiluyo Kusdwiharto mengatakan, untuk wilayah Sumatera bagian utara, terbagi dua, yaitu Sumatera Utara dan Aceh yang memiliki cadangan 38% dengan beban puncak 2.200 MW dan daya mampu pembangkit sekitar 3.000 MW. “Sedangkan untuk Aceh memilik cadangan listrik 57% dengan beban puncak 400 MW dan daya mampu 639 MW,” kata Wiluyo, dalam acara Ngobrol Cak Ham Episode 8 dengan tema “Listrik Untuk Kemajuan Aceh”, melalui platform Zoom, Minggu malam (9/8/2020).
Dalam acara yang digagas Hamdani Bantasyam, juga menghadirkan Guru Besar Elektro & Komputer Universitas Syiah Kuala, sekaligus Sekretaris Umum MKI Aceh, Prof. Dr. Nasaruddin, ST., M.Eng., dan Pemimpin Redaksi Majalah Listrik Indonesia.
Wiluyo mengakui, pembangunan kelistrikan di Aceh menjadi prioritas dia, khususnya dalam menjaga keandalan dan kecukupan, sejak dirinya menjabat sebagai Direktur Bisnis Regional Sumatera PT PLN (Persero) pada 2017 lalu. “Demikian juga di pulau besar, yaitu Sabang dan Sinabang memiliki daya mampu yang melebih beban puncak yang ada. Jadi untuk suplai listrik di Aceh dan dua pulau besar tersebut, Alhamdulillah pasokan listrik aman karena cadangannya cukup,” kata dia.
Lanjut dia, Sumatera Selatan (Sumsel) memiliki sumber energi primer listrik, yaitu batu bara yang cukup besar dan harga yang cukup murah sehingga PLN merencakan pembangunan kelistrikan secara masif di Sumatera Selatan. Ada beberapa pembangkit listrik besar yang sedang dibangun disana sebab dekat mulut tambang batu bara.
Nantinya, dari Sumatera Selatan, listrik akan dikirim ke Lampung, Aceh, dan Sumatera Utara dengan menggunakan transmisi dan GI. “Kita memiliki transmisi tol listrik 275kV untuk menyalurkan listrik dari Sumatera selatan ke Sumatera Utara. Dan kita akan lanjutkan ke Aceh dan Lampung.KOnsep kami membangun pembangkit tidak di wilayah yang batu bara diangkut dari temat lain,” ujar dia.
Wiluyo menambahkan, kami juga memiliki transmisi 150 kV yang disuplai dari Sumut ke Aceh. Kami juga sedang membangun transmisi 275 kV dari Sumut ke Aceh. Tetapi, tidak menutup kemungkinan Aceh juga dapat memasok listrik ke Sumut sebab Arun memiliki 500 MW. “PLTU Pusanga juga sedang kami bangun. Mudah-mudahan 2022-2023 sudah selesai dan dapat memasok listrik ke Banda Aceh. Kami juga akan membangun PLTGU Nagan Raya 3 dan 4 yang merupakan IPP,” jelas dia.
Menyoal pengembangan, Wiluyo menyampaikan, saat ini EBT di Aceh baru mencapai 14 MW sehingga bauran energi hanya 2,8%. “Ke depan kita akan menambah sekitar 191,8 MW sehingga bauran EBT mencapai 24% di 2025. Ini cukup besar dan sudah masuk dalam RUPTL,” kata dia.
Sedangkan di sisi Rasio desa berlistrik di Aceh sudah mencapai 100% dari 6.497 desa pada awal tahun. Sedangkan Rasio Elektrifikasi mencapai 99,97% sampai dengan Juni 2020. “Kami harapkan tahun depan sudah mencapai 100%. Aceh maju di sisi desa berlistrik dan angka rasio kelistrikan dibanding wilayah lain di pulau Sumatera, seperti di Nias,” jelas dia.
Di sisi lain, menurut Wiluyo, pembangunan tol trans Sumatera mampu meningkatkan demand listrik, menumbuhkan ekonomi, terutama di exit tol. “Dari data kami, jalur Lampung-Palembang mengalami peningkatan listrik sekitar 10%. Artinya industri tumbuh di daerah-daerah exit tol dan rest area,” ucap dia.
Dia juga memaparkan, konsumsi listrik per kapita di Aceh masih menggunaka 519 kVh per kapita, setelah Riau, Babel, Sumut, Sumsel Jambi dan Bengkulu, Lampung. Dan sedikit diatas Sumatera Barat (Sumbar).
Terkait gangguan listrik, dia mengungkapkan di Aceh kasus gangguan listrik berasaldari sistem distribusi, dimana pada triwulan I 2020 ada sekitar 1822 gangguan, triwulan 2 ada 1.676 gangguan. “Tetapi gangguan sudah dapat ditekan sejak Mei (705 gangguan), Juni (410 gangguan), dan Juli (318) gangguan dengan program care for asset, dengan melakukan pengecekan dan pemantaun kondisi jaringan, seperti menyentuh pohon, gangguan binatang, layang-layang, dan ganguan petir,” imbuh Wiluyo.
Pada kesempatan yang sama, Guru Besar Elektro & Komputer Universitas Syiah Kuala dan Sekretaris Umum MKI Aceh, Prof. Dr. Nasaruddin, ST., M.Eng., menanggapi paparan yang disampaikan Wiluyo. “Kami mengapresiasi pencapaian PLN Aceh yang sudah mencapai 100% Desa berlistrik dan cadangan listrik yang cukup untuk masyarakat Aceh. Universitas Syiah Kuala ikut membantu dalam merencakan program sejak 2016. Alhamdulillah kerjasama ini dapat terealisasi hingga 100%,” ujar Nasaruddin.
Selain itu, dia menyoroti tentangan strategi PLN Aceh terhadap gangguan di pembangkit besar dan adanya layanan 24 jam di Aceh, serta banyaknya potensi EBT yang harus dimanfaatkan dan dapat digunakan untuk daerah lain. “MKI Aceh siap untuk menjembatani dan pembantu PLN Aceh dengan masyarakat, seperti lonjakan tagihan listrik,” kata Nasaruddin.
Hal senada juga disampaikan, Pemimpin Redaksi Majalah Listrik Indonesia Bahar Yahya, Majalah Listrik Indonesia menyambut positif langkah yang sudah dilakukan PLN Sumatera Kalimantan, khusus PLN Aceh dalam menjaga keandalan dan kecukupan listrik di provinsi Aceh. Majalah Listrik Indonesia terus mendukung upaya PLN dalam memajukan ketenagalistrikan di Indonesia, khususnya di PLN Sumatera Kalimantan. “Kami terus menjaga kerjasama dengan PLN melalui pemberitaan dan ajang pameran kemajuan kelistrikan di tanah air,” kata dia.
Bahar pendapat, pemerintah dan PLN Aceh harus bersinergi untuk mendorong investasi di Aceh. “Listrik di Aceh sudah surplus sehingga perlu mendorong investor di Aceh agar kelsirtikan dapat diserap lebih baik lagi, melalui geliat ekonomi dan industri,” pungkas Bahar. (TS)
0 Komentar
Berikan komentar anda